Selasa, 30 November 2010

JURISDIKSI

Jurisdiksi adalah bentuk konkrit dari sebuah negara yang berdaulat. Jurisdiksi merupakan bentuk nyata kekuatan negara dalam mengatur warga negaranya, melindungi hak milik negara dan semua hal yang merefleksikan prinsip dasar dari kedaulatan negara, persamaan antar negara, dan prinsip non intervensi dalam kerangka hukum domestik suatu negara. dalam Hukum Internasional dan Politik Internasional, Jurisdiksi merupakan elemen penting untuk menunjukan eksistensi sebuah negara atau entitas yang mengklaim dirinya sebagai wilayah yang merdeka.

Suatu negara bisa mengimplementasikan Jurisdiksi dengan cara kekuatan Eksekutif, Yudikatif atau Legislatif. Misalnya, Dalam sistem ketatanegaraan Inggris, Parlemen berwenang untuk membuat peraturan, pengadilan mempunyai otoritas untuk membuat keputusan yang mengikat dan pihak eksekutif, yakni Perdana Menteri diberi kekuasaan untuk menjalankan aturan yang ada. Artinya, sebuah negara yang berdaulat mempunyai wilayah yang berdaulat sebagai bukti dari kedaulatan negara tersebut. Jika sebuah negara yang mengklaim dirinya sebagai negara yang berdaulat namun tidak mampu menunjukan eksistensi negara tersebut melalui jurisdiksinya, maka senyatanya negara tersebut belum berdaulat secara penuh.

Setelah Perang Dunia II, prinsip kedaulatan 'Jurisdiksi' didalam Hukum Internasional semakin penting. Sebelumnya, perilaku bar-bar mengakibatkan negara tercerai berai dalam Perang Dunia yang menewaskan jutaan warga sipil. Oleh karena itu, diaturnya Konsep Kedaulatan ini adalah selain untuk mencegah adanya agresi negara terhadap negara lainnya, juga dimaksudkan untuk menegakan prinsip-prinsip umum moralitas universal dalam menghargai manusia.

Prinsip Jurisdiksi diatur dalam Pasal 2 (7) Piagam PBB yang menyebutkan bahwa 'semua aturan yang ada didalam piagam (PBB)bisa digunakan oleh PBB dan negara lain untuk mengintervensi jurisdiksi nasional negara anggota......

Intervensi internasional dimungkinkan jika ada permintaan dari negara. Hal ini disebabkan didalam Hukum Internasional, tidak ada satu institusi hukum pun yang mempunyai kekuasaan yang mengikat dan memaksa.

Institusi Dasar Hukum Internasional
Hukum internasional tidak mempunyai kekuasaan legislatif yang jelas. Majelis Umum PBB sebagai representasi dari negara-negara mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan resolusi, namun sifatnya tidak mengikat.
Hukum Internasional tidak mempunyai kekuasaan yudikatif yang kuat. Pengadilan Internasional (ICJ) berwenang untuk menyelesaikan sengketa internasional, namun jurisdiksinya muncul jika ada permintaan dari negara-negara yang terlibat sengketa.
Hukum internasional tidak mempunyai kekuasaan eksekutif yang komprehensif. Hal ini disebabkan, Dewan Keamanan PBB sebagai 'lembaga suci' penegakan nilai-nilai hukum internasional ternyata mempunyai mekanisme Veto yang bisa menjadi penghalang pelaksanaan resolusi majelis umum yang telah disepakati oleh negara-negara.

John Austin, seorang filosof Inggris mengatakan bahwa hukum bisa dilihat dari kekuatan sanksinya yang mengikat. Jika sebuah peraturan tidak mempunyai kekuatan melaksanakan sanksinya, maka bukanlah hukum. Berdasarkan pendapat tersebut, maka hukum internasional 'masih belum' mempunyai unsur-unsur yang jelas untuk dikategorikan sebagai sebuah hukum. Hal ini disebabkan karena kekuasaan yudikatif, eksekutif dan legislatif dalam Hukum Internasional tidak mempunyai mekanisme yang tegas. Oleh karena itu, hukum internasional lebih dimaknai sebagai moralitas positif untuk mengatur sistem internasional.

ketidaktegasan sistem hukum internasional terkait erat dengan konsep Jurisdiksi negara-negara yang membentuknya.

Didalam hukum nasional Inggris, makna dari ‘jurisdiction’ adalah tidak hanya terbatas pada wilayah melainkan juga berdasarkan kewarganegaraan. Misalnya seseorang membunuh di wilayah kedaulatan Inggris dan kemudian lari ke Belanda – berdasarkan hukum Inggris maka bisa dideportasi – dengan cara meminta bantuan Belanda meskipun pembunuh tersebut warga negara Jerman. Prinsip ini disebut sebagai prinsip kekuasaan domestik.

Ada tiga jurisdiksi yang dikenal didalam hukum internasiona. (1) kekuasaan/jurisdiksi domestik, (2) jurisdiksi eksekutif, dan (3) jurisdiksi judikatif.

Prinsip kekuasaan domestik berkaitan dengan prinsip non intervensi yang diatur didalam Pasal 2 (ayat 1 & 3) Piagam PBB. Ayat 1 menyatakan bahwa PBB berdasarkan persamaan kedaulatan antar anggota. Sedangkan ayat 3 lebih jauh mengatur bahwa semua negara anggota tidak diperkenankan mengintervensi kedaulatan negara anggota lainnya dengan cara apapun.

Prinsip kekuasaan domestik berkaitan dengan usaha negara untuk mendefinisikan kekuasaannya di wilayah kedaulatan hukumnya tanpa intervensi asing. Dasar hukum penerapan prinsip kekuasaan domestik adalah berkaitan dengan prinsip non intervensi yang diatur didalam Pasal 2 (ayat 1 & 3) Piagam PBB. Ayat 1 menyatakan bahwa PBB berdasarkan persamaan kedaulatan antar anggota. Ayat 3 lebih jauh mengatur bahwa semua negara anggota tidak diperkenankan mengintervensi kedaulatan negara anggota lainnya dengan cara apapun.

Prinsip kekuasaan domestik berkaitan dengan usaha negara untuk mendefinisikan kekuasaannya di wilayah kedaulatan hukumnya tanpa intervensi asing.

Kekuasaan eksekutif berkaitan dengan kekuasaan negara untuk melakukan sebuah tindakan di wilayah kedaulatan sebuah negara lain. Norma dasar hukum internasional mengatur bahwa semua negara berdaulat mempunyai kedaulatan teritorial dan para pejabat negara tidak mempunyai wewenang untuk memberlakukan hukum nasional negaranya di negara lain. Misalnya, Penangkatan penjahat Nazi, Eichmann oleh Israel di Argentina sangat jelas melanggar kedaulatan wilayah Argentina

Kekuasaan judikatif berkaitan dengan kekuatan pengadilan di sebuah negara untuk menyidangkan sebuah kasus yang melibatkan pelaku asing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar