Selasa, 22 Februari 2011

Inquiry dan Konsiliasi

INQUIRY
Malcolm Shaw, 2005. International Law Edisi 5th. Hal. 923-925

Mekanisme penyelesaian sengketa melalui inquiry dilakukan jika tidak ada titik temu diantara pihak. Caranya adalah dengan meminta observer independent untuk melakukan investigasi mengenai persoalan yang ada. Inquiry merupakan alternatif arbitrase dalam menyelesaikan sengketa internasional. mekanisme inquiry dibahas pertama kali pada Konferensi Hague 1899.

Mekanisme inquiry pernah dilakukan secara sukses dalam kasus Dogger Bank 1904 ketika Kapal Perang Rusia menembak Perahu Nelayan Inggris yang diduga sebagai akibat dari torpedo Kapal Jepang. Pada saat itu, komisi inquiry yang beranggotakan empat petugas kapal perang Inggris, Rusia, Perancis dan Amerika, ditambah dengan satu anggota diluar dari petugas tersebut, yakni orang Austro-Hungarian berhasil menyelesaikan sengketa tersebut secara damai. Komisi inquiry menyimpulkan bahwa tidak ada pembenaran terhadap serangan Rusia tersebut. Oleh karena itu, kedua belah pihak sepakat bahwa Rusia harus membayar ganti rugi sebesar 65.000 pounds kepada Inggris.

Sejak saat itu mekanisme inquiry terus dikembangkan sampai sekarang. Salah satu negara yang sangat intensif mengembangkan mekanisme ini adalah Amerika Serikat dimana 48 perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Amerika selama 1913-1940 selalu menyebutkan adanya mekanisme inquiry untuk menyelesaikan sengketa diantara kedua negara.

KONSILIASI

Proses konsiliasi melibatkan pihak ketiga yang terlibat secara langsung dalam investigasi. Mekanisme konsiliasi juga melibatkan proses mediasi dan inquiry. Namun hasil dari konsiliasi hanya merupakan saran yang bersifat tidak mengikat kepada pihak-pihak yang bersengketa. Artinya, para pihak boleh memakai hasil dari konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa atau mencari mekanisme baru yang dianggap bisa memuaskan para pihak yang terlibat. Hal inilah yang membedakan konsiliasi dengan arbitrase karena hasil dari arbitrase bersifat mengikat secara hukum para pihak yang bersengketa.

Sifat tidak mengikat konsiliasi menyebabkan mekanisme ini sangat jarang digunakan oleh negara-negara. namun sifat fleksibilitasnya bisa memungkinkan pencapaian penyelesaian sengketa secara damai karena para pihak dituntut untuk terus bernegosiasi. Meskipun jarang dipakai, namun ada banyak perjanjian multilateral yang mencantumkan mekanisme konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa diantara negara anggota. Diantaranya Perjanjian Amerika mengenai Penyelesaian Sengketa secara Damai tahun 1948, Konvensi Eropa tentang Penyelesaian Sengketa secara Damai tahun 1957, Protokol Komisi Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase dari Piagam Organisasi Afrika tahun 1964, Konvensi Wina tahun 1969, Konvensi Hukum Laut tahun 1982, dan Konvensi Perlindungan Lapisan Ozon.

Dalam teknik konsiliasi, komisi berjumlah lima orang dimana dua orang masing-masing dipilih oleh negara yang bersengketa. Sedangkan tiga orang lainnya dipilih oleh warga negara dari pihak ketiga. Mekanisme konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa dilakukan selama enam bulan secara informal dan tidak dipublikasikan untuk umum. Meskipun demikian, mekanisme konsiliasi tetap memperhatikan aspek hukum dan fakta-fakta yang ditemukan dilapangan.

Salah satu contoh sengketa yang menggunakan mekanisme konsiliasi adalah Islandia-Norwegia mengenai sengketa batas laut kontinental di Pulau Jan Mayen. Komisi konsiliasi menyarankan kepada kedua negara untuk melakukan eksplorasi bersama karena kedua negara saling mengklaim mempunyai jurisdiksi terhadap pulau tersebut. Proposal yang diajukan oleh komisi konsiliasi ini tentu tidak akan pernah ada didalam putusan pengadilan seperti yang terjadi di Sipadan dan Ligitan.

Senin, 21 Februari 2011

Inquiry dan Konsiliasi

INQUIRY
Malcolm Shaw, 2005. International Law Edisi 5th. Hal. 923-925

Mekanisme penyelesaian sengketa melalui inquiry dilakukan jika tidak ada titik temu diantara pihak. Caranya adalah dengan meminta observer independent untuk melakukan investigasi mengenai persoalan yang ada. Inquiry merupakan alternatif arbitrase dalam menyelesaikan sengketa internasional. mekanisme inquiry dibahas pertama kali pada Konferensi Hague 1899.

Mekanisme inquiry pernah dilakukan secara sukses dalam kasus Dogger Bank 1904 ketika Kapal Perang Rusia menembak Perahu Nelayan Inggris yang diduga sebagai akibat dari torpedo Kapal Jepang. Pada saat itu, komisi inquiry yang beranggotakan empat petugas kapal perang Inggris, Rusia, Perancis dan Amerika, ditambah dengan satu anggota diluar dari petugas tersebut, yakni orang Austro-Hungarian berhasil menyelesaikan sengketa tersebut secara damai. Komisi inquiry menyimpulkan bahwa tidak ada pembenaran terhadap serangan Rusia tersebut. Oleh karena itu, kedua belah pihak sepakat bahwa Rusia harus membayar ganti rugi sebesar 65.000 pounds kepada Inggris.

Sejak saat itu mekanisme inquiry terus dikembangkan sampai sekarang. Salah satu negara yang sangat intensif mengembangkan mekanisme ini adalah Amerika Serikat dimana 48 perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Amerika selama 1913-1940 selalu menyebutkan adanya mekanisme inquiry untuk menyelesaikan sengketa diantara kedua negara.

KONSILIASI

Proses konsiliasi melibatkan pihak ketiga yang terlibat secara langsung dalam investigasi. Mekanisme konsiliasi juga melibatkan proses mediasi dan inquiry. Namun hasil dari konsiliasi hanya merupakan saran yang bersifat tidak mengikat kepada pihak-pihak yang bersengketa. Artinya, para pihak boleh memakai hasil dari konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa atau mencari mekanisme baru yang dianggap bisa memuaskan para pihak yang terlibat. Hal inilah yang membedakan konsiliasi dengan arbitrase karena hasil dari arbitrase bersifat mengikat secara hukum para pihak yang bersengketa.

Sifat tidak mengikat konsiliasi menyebabkan mekanisme ini sangat jarang digunakan oleh negara-negara. namun sifat fleksibilitasnya bisa memungkinkan pencapaian penyelesaian sengketa secara damai karena para pihak dituntut untuk terus bernegosiasi. Meskipun jarang dipakai, namun ada banyak perjanjian multilateral yang mencantumkan mekanisme konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa diantara negara anggota. Diantaranya Perjanjian Amerika mengenai Penyelesaian Sengketa secara Damai tahun 1948, Konvensi Eropa tentang Penyelesaian Sengketa secara Damai tahun 1957, Protokol Komisi Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase dari Piagam Organisasi Afrika tahun 1964, Konvensi Wina tahun 1969, Konvensi Hukum Laut tahun 1982, dan Konvensi Perlindungan Lapisan Ozon.

Dalam teknik konsiliasi, komisi berjumlah lima orang dimana dua orang masing-masing dipilih oleh negara yang bersengketa. Sedangkan tiga orang lainnya dipilih oleh warga negara dari pihak ketiga. Mekanisme konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa dilakukan selama enam bulan secara informal dan tidak dipublikasikan untuk umum. Meskipun demikian, mekanisme konsiliasi tetap memperhatikan aspek hukum dan fakta-fakta yang ditemukan dilapangan.

Salah satu contoh sengketa yang menggunakan mekanisme konsiliasi adalah Islandia-Norwegia mengenai sengketa batas laut kontinental di Pulau Jan Mayen. Komisi konsiliasi menyarankan kepada kedua negara untuk melakukan eksplorasi bersama karena kedua negara saling mengklaim mempunyai jurisdiksi terhadap pulau tersebut. Proposal yang diajukan oleh komisi konsiliasi ini tentu tidak akan pernah ada didalam putusan pengadilan seperti yang terjadi di Sipadan dan Ligitan.

Minggu, 20 Februari 2011

Oleh-Oleh dari Tammasat University

Tammasat University sekilah seperti kampus-kampus perkotaan di Indonesia. Lokasinya tidak begitu luas, mirip seperti Atma Jaya di bilangan Sudirman atau Trisakti di Grogol Jakarta. Namun yang membedakan adalah kita tidak akan menemukan sampah di Tammasat. bahkan toilet yang dikebanyakan kampus di Indonesia berbau pesing dan bahkan beberapa ada yang tidak bisa terpakai tidak akan bisa ditemukan di Tammasat. Ya, Universitas yang pernah dijadikan basis demonstrasi kelompok kaos kuning pendukung PM Abisit tersebut adalah salah satu universitas top Thailand bersama Mahidol dan Culalongkorn.

nama besar Tammasat bisa dilihat dari beberapa pusat studi yang ada di universitas tersebut dan salah satunya adalah Pusat Studi German - Asia Tenggara yang kemarin mengundang saya untuk hadir di konferensi tentang konstitusi tanggal 17 Februari lalu.

Universitas yang tepat berada di pinggir sungai tersebut sangat ideal bagi mahasiswa yang suka jalan-jalan termasuk penyuka kuliner. (bersambung)

Senin, 14 Februari 2011

Silabus Hukum dan HAM

Silabus Hukum dan Hak Asasi Manusia

Meeting I
Pengertian Kebebasan
menjelaskan berbagai macam definisi kebebasan dalam instrumen hak asasi manusia serta pendapat para ahli.
referensi:
Al Khanif. 2010. Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia. LBM Press Yogyakarta

Meeting II
Dimensi Hak Asasi Manusia didalam instrumen hak asasi manusia internasional
menjelaskan dinamika pengertian hak asasi manusia beserta dimensinya dalam berbagai instrumen hak asasi manusia.
referensi:
Al Khanif. 2010. Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia. LBM Press Yogyakarta
Alston, Philip et all. 2008. International Human Rights Law in Context 3rd Edition. New York: Oxford University Press

Meeting III
Hak Asasi Manusia didalam Islam (Deklarasi Kairo)
menganalisis berbagai persamaan dan perbedaan konsep hak asasi manusia didalam Islam dengan instrumen internasional
referensi:
Al Khanif. 2010. Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia. LBM Press Yogyakarta
An-Na’im, Abdullahi Ahmed. 1990. Toward an Islamic Reformation, Civil Liberties, Human Rights, and International Law. New York: Syracuse University Press
Mayer, Ann Elizabeth. 1999. Islam and Human Rights, Tradition and Politics. Colorado: West view Press Inc

Meeting IV
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Menjelaskan berbagai persoalan HAM didalam hukum nasional
referensi:
Al Khanif. 2010. Hukum dan Kebebasan Beragama di Indonesia. LBM Press Yogyakarta.
UUD 1945 Amandemen II

Silabus Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

Silabus Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional

Meeting I
Negosiasi dan Mediasi
1. Menjelaskan mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan negosiasi dan mediasi serta menganalisis kasus-kasus yang ada.
referensi: Malcolm Shaw. 2005. International Law Edisi 5. Cambridge University Press Hal. 914 - 923

Meeting II
Inquiry dan Konsiliasi
Menjelaskan tata cara mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan Inquiry dan Konsisilasi serta menganalisis kasus-kasus yang ada.
referensi: Malcom Shaw. 2005. International Law Edisi 5. Cambridge University Press. hal. 925 - 927

Presentasi Mahasiswa terkait dengan mekanisme penyelesaian sengketa


Meeting III
Institusi Internasional dan Penyelesaian Sengketa
Menjelaskan peran Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi Arab, ASEAN dan beberapa organisasi internasional lainnya dalam Menyelesaikan sengketa internasional dan menganalisis kasus-kasus yang ada
referensi: Malcom Shaw. 2005. International Law Edisi 5. Cambridge University Press. hal. 928 - 950

Presentasi Mahasiswa terkait dengan mekanisme penyelesaian sengketa

Meeting IV
Penyelesaian Sengketa dengan Kekerasan
Menguraikan norma-norma yang ada didalam Konvensi Jenewa I tentang Hukum Perang.
Menganalisis kasus-kasus pelanggaran perang yang ada
referensi: Komentar ICRC dan dokumen-dokumen hukum perang internasional

Presentasi Mahasiswa terkait dengan penyelesaian sengketa dengan kekerasan

Meeting V
Penegakan Hukum Perang berdasarkan Konvensi Jenewa III tentang tawanan perang
Menganalisis kasus-kasus yang berkaitan dengan Konvensi Jenewa III
referensi: Komentar ICRC dan dokumen-dokumen hukum perang internasional

Presentasi Mahasiswa terkait dengan tawanan perang

Meeting VI
Menganalisis norma-norma hukum yang ada didalam Konvensi Jenewa IV tentang pihak-pihak yang dilindungi dalam hukum perang.
referensi: komentar ICRC dan dokumen-dokumen hukum perang internasional

penyerahan essay/paper mahasiswa

Minggu, 13 Februari 2011

Negosiasi dan Mediasi

PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI
Al Khanif, S.H., M.A., LL.M


Ketentuan mengenai cara-cara penyelesaian secara damai diatur didalam Piagam PBB Pasal 2 ayat (3) yang menyatakan bahwa ‘setiap negara anggota harus menyelesaikan sengketa internasional dengan cara-cara damai sehingga perdamaian dan keamanan internasional tidak terganggu.’ Ketentuan ini ditegaskan lagi oleh Deklarasi 1970 tentang Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Baik antar Negara dengan menyatakan ‘setiap negara sebisa mungkin menyelesaikan sengketa internasional dengan melakukan negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, maupun mekanisme penyelesaian hukum diwilayah regional.’

Namun hukum internasional tidak mengatur metode khusus dalam menyelesaikan sengketa internasional secara damai. Oleh karena itu setiap negara bebas untuk menentukan jenis mekanisme penyelesaian sengketa yang diinginkan. Meskipun demikian ada beberapa ketentuan mengenai metode ini didalam konvensi regional negara-negara seperti Perjanjian Amerika tentang Penyelesaian Damai (Pakta Bogota), Organisasi-Organisasi Negara Amerika tahun 1948, dan Konvensi Eropa tentang Penyelesaian Sengketa Damai,

NEGOSIASI
Mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan negosiasi melibatkan personel diplomatik negara-negara yang terlibat. Hal ini disebabkan mekanisme negosiasi pada dasarnya adalah untuk menyamakan pendapat mengenai konflik yang ada. Mekanisme negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga seperti organisasi-organisasi regional maupun internasional semacam ASEAN atau PBB. Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling memuaskan kedua belah pihak karena mereka selalu terlibat dalam negosiasi tanpa ada intervensi dari pihak diluar sengketa.

Satu hal yang bisa membahayakan mekanisme ini adalah kondisi sosio-politik di negara yang terlibat. Hal ini disebabkan karena sengketa selalu memunculkan anti trust di internal negara terhadap negara lain yang terlibat dalam sengketa tersebut. (Kasus Usman dan Harun)

Jika ternyata sengketa terus berlangsung dan bisa mengancam keamanan dan perdamaian internasional, maka pihak-pihak yang terlibat harus berusaha untuk menggunakan cara-cara penyelesaian lainnya yang melibatkan pihak ketiga seperti institusi regional maupun internasional.

MEDIASI DAN JASA-JASA BAIK
Mekanisme ini melibatkan pihak ketiga baik perseorangan, negara, sekelompok negara, atau organisasi internasional untuk menekan para pihak yang bersengketa maju ke meja perundingan. Namun penekanan yang dilakukan hanya untuk membujuk negara-negara yang terlibat sengketa untuk menyelesaikan sengketa berdasarkan kemauan dan kesepakatan mereka sendiri. Sedangkan mekanisme penyelesaiannya tidak diatur secara khusus.

Teknisnya, jasa-jasa baik menekankan pentingnya pihak ketiga untuk mempengaruhi pihak yang berlawanan untuk melakukan negosiasi sedangkan mediasi menerapkan partisipasi aktif didalam proses negosiasi yang melibatkan negara ketiga. Artinya, jasa-jasa baik digunakan oleh salah satu negara yang terlibat untuk mempengaruhi negara lain yang terlibat sengketa. Salah satu contoh penggunaan jasa-jasa baik adalah yang dilakukan oleh Uni Soviet dalam mendamaikan India dan Pakistan pada tahun 1965. Selain itu juga keterlibatan Sekretaris Negara Amerika dalam Konflik Timur Tengah 1973-1974 dengan cara menawarkan proposal perdamaian (road map).

Meskipun Jasa-Jasa Baik pada umumnya melibatkan negara, namun Sekjend PBB juga bisa terlibat dalam mekanisme tersebut. Contohnya keterlibatan Sekjend PBB di Afghanistan 1988 dimana berdasarkan Perjanjian Genewa, Sekjend PBB bisa menggunakan jasa-jasa baiknya kepada negara-negara yang terlibat. Selain itu juga ada Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 367 (1975) yang meminta Sekjend PBB untuk menyelesaikan Konflik Siprus. Keterlibatan Sekjend PBB dalam menyelesaikan sengketa internasional berdasarkan jasa-jasa baik juga bisa melibatkan perwakilan dari organisasi-organisasi regional.

Sabtu, 12 Februari 2011

Mohon Maaf

Bagi Mahasiswa yang menempuh mata kuliah Hukum dan HAM (Rabo 16 Februari) serta Perbandingan Hukum Tata Negara (Jumat 18 Februari), saya tidak bisa mengisi kuliah karena harus ke Thailand selama dua hari untuk menghadiri konferensi.

untuk materi kuliah bisa di download di blog ini.

sekian terima kasih

Perbandingan Konstitusi Australia dan Afghanistan

Konstitusi Australia

Australia adalah negara yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer dengan bentuk negara federasi. Namun bentuk pemerintahannya adalah monarkhi konstitusional, artinya Australia dipimpin oleh seorang perdana menteri dengan seorang Ratu/Raja sebagai kepala negara. Sebagai kepala negara, Ratu di Australia menjadi lembaga legislatif sedangkan pengadilan tinggi sebagai lembaga yudikatif.

Menurut pasal 1 Konstitusi Australia, Kekuasaan legislatif terdiri dari Ratu, senat, dan parlemen atau ‘house of representative.’ Menurut Pasal 7 Konstitusi Australia, senat terdiri dari para senator yang mewakili setiap negara bagian yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Setiap negara bagian mempunyai hak untuk mengirimkan senator sebanyak enam orang ke senat yang akan menjabat selama enam tahun (pasa 7 ayat 4)

Sedangkan untuk anggota parlemen, pasal 24 Konstitusi Australia mengatur bahwa jumlah total dari anggota parlemen harus dua kali lebih banyak daripada anggota senat dimana mekanisme pemilihan langsung anggota parlemen memperhatikan prinsip proporsionalitas.

Parlemen mempunyai kekuasaan untuk membuat hukum demi perdamaian, tuntutan dan menciptakan pemerintahan yang bagus.

Konstitusi Afghanistan

Afghanistan adalah negara Islam yang berbentuk republik dengan sistem pemerintahan presidensiil dimana presiden adalah sebagai kepala negara. Presiden adalah kekuasaan eksekutif yang berwewenang menjalankan roda pemerintahan.

Sebagai negara Islam, Afghanistan juga mengakui Islam sebagai satu-satunya agama resmi negara tersebut. Akan tetapi para penganut agama-agama selain Islam diberi hak untuk melaksanakan keyakinannya dengan batasan-batasan yang ada didalam Hukum Negara (Shariah Islam) karena semua hukum yang ada ‘tidak boleh’ bertentangan dengan Islam.

Konstitusi Afghanistan yang dibuat pada tahun 2004 juga mengakui beberapa etnis sebagai etnis resmi yang ada di negara tersebut seperti Pashtun, Tajik, Hazara, Uzbak, Turkman, Baluch, Pashai dll.

Menariknya, pasal 6 dari Konstitusi Afghanistan juga menyebutkan bahwa negara berkewajiban unuk menciptakan kemakmuran dan masyarakat yang progresif berdasarkan keadilan sosial, perlindungan hak asasi manusia, perlindungan martabat manusia, merealisasikan demokrasi, dan menjaga keutuhan bangsa dan persamaan hak diantara etnis dan suku yang ada untuk menciptakan pembangunan yang seimbang di semua wilayah negara.

Artinya, ada potensi konflik hukum antara norma-norma yang ada didalam Pasal 6 dengan ketentuan Hukum Islam karena ketentuan mengenai persamaan hak, perlindungan martabat dan hak asasi manusia didalam Islam dan konsep keadilan sosial seringkali sulit diimplementasikan. Misalnya ketentuan mengenai hak perempuan dan laki-laki, etnis minoritas, ataupun agama minoritas merupakan beberapa isu populer yang sampai saat ini masih ada di negara-negara yang menerapkan Shariah Islam.

Apalagi dalam pasal 7 Konstitusi disebutkan bahwa Afghanistan harus tunduk dengan peraturan hukum internasional seperti Piagam PBB dan berbagai instrumen internasional yang telah ditandatangani seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. pasal 7 ayat (2) lebih jauh mengatur bahwa Afghanistan melarang semua aktifitas yang bisa dikategorikan sebagai aksi terorisme, melarang produksi dan konsumsi muskirat atau narkotika dan menyelundupkan narkotika.

Pasal 24 Konstitusi secara khusus mengatur mengenai hak asasi manusia. Pasal tersebut menjelaskan bahwa kebebasan adalah hak alami setiap manusia dimana hak tersebut tidak bisa dibatasi kecuali menyebabkan terganggunya hak orang lain dan kepentingan public seperti yang diatur didalam undang-undang. Oleh karena itu, negara mempunyai tugas untuk menghormati dan melindungi kebebasan dan martabat setiap manusia.

Beberapa hal menarik didalam Konstitusi Afghanistan:
• Penyiksaan atau hukuman yang bertentangan dengan integritas manusia dilarang oleh konstitusi.
• Kebebasan media massa sama halnya dengan kebebasan manusia yang tidak bisa dibatasi
• Setiap warga negara Afghanistan punya hak untuk melakukan demonstrasi tanpa senjata dengan tujuan perdamaian
• Negara menjamin pendidikan gratis bagi setiap warga negara Afghanistan sampai jenjang Bachelor of Arts (setingkat sarjana) termasuk diantaranya mewajibkan negara untuk mengembangkan pendidikan yang sama terhadap perempuan, etnis nomaden dan buta huruf.

Kamis, 03 Februari 2011

Legenda Al Azhar..!

seorang nenek tua yang diwawancarai sebuah televisi mengatakan bahwa Husni Mubarak is the real Firaun!!!! he will fail as what happened with Firaun in the history of ancient Egypt!

Sangat naif jika Mesir yang dianggap sebagai salah satu negara teluk (Islam) paling moderen ternyata justru masih terbelenggu oleh Firaunisasi sedangkan Israel yang 'dibela' Mesir, dimana umurnya masih sangat belia sudah sangat maju baik dari segi pemerintahan, ekonomi, militer maupun peradaban. bisa dibayangkan bagaimana kondisi negara-negara Teluk lainnya seperti Yaman, Jordan, Saudi, Kuwait dll, kecuali Tunisia setelah revolusi.

Yang paling memprihatinkan adalah Universitas Al Azhar! sebagai salah satu ikon dan peninggalan paling bersejarah Dinasti Fatimiyah, Al Azhar saat ini tak ubahnya seperti universitas-universitas agama di Indonesia semacam UIN, STAIN atau UIN. Sebagai universitas tertua di dunia, Al Azhar tidak pernah muncul didalam belantara perguruan elit dunia karena 'nyaris' tidak ada perubahan akademik di perguruan tinggi tersebut.

Tentu Azhar masih lebhi tua dibanding Sorborne Perancis yang didirikan sekitar tahun 1700an, atau universitas-universitas top dunia Amerika Serikat yang masuk dalam kategori Evy leagues seperti Universitas Harvard, Yale, Brown, Berkeley, Princeton dan Pennsylvania. Mungkin tenggelamnya Azhar juga tidak bisa dilepaskan oleh rejim otoriter yang memerintah negara Piramid tersebut.

metode yang dipakai masih seperti pesantren salaf di Indonesia dimana dosen (khusus untuk sarjana) adalah penguasa absolut akademik dimana mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk berdebat. celakanya masih banyak yang menganggap bahwa kejayaan Al Azhar masih bertaji sampai detik ini sehingga banyak orang Indonesia yang belajar kesana.......

Untuk menyelesaikan S1, mahasiswa harus menyelesaikan studi selama rata-rata 5 tahun, untuk master rata-rata 4 tahun sedangkan untuk doktor berkisar 6 tahun. memang diskusi sudah mulai di buka pada jenjang magister dan doktor namun melihat lamanya studi, tidak salah jika para mahasiswa asing lebih memilih negara lain untuk studi lanjut.