Sabtu, 27 November 2010

Menginjakan Kaki Setelah 15 tahun

Parto memang seorang murid yang terkenal 'mbeling' karena pada waktu kelas tiga, dia sering pulang ke pesantren setelah istirahat. meskipun gerbang sekolah selalu terkunci dan ada satpam yang menjaga, dia tetap bisa pulang dengan santai. caranya, dia keluar sekolah waktu istirahat tanpa membawa buku. dia sudah berpesan kepada Qomar, teman sebangkunya yang sangat setia membawakan buku-bukunya ketika dia pulang. jadi dia terkesan akan membeli makanan atau sekedar ke pesantren untuk istirahat dan kemudian balik ke kelas setelah jam masuk.

meskipun 'ndablek,' Parto dikenal pandai di kelas IPS. tapi dia sendiri tidak pernah belajar selama di pesantren. sukanya cuma mandi di sungai dan mencari buah-buahan yang ada di tegalan-tegalan orang kampung. bahkan dia juga pernah menonton layar tancap di luar kota padahal menonton film atau keluar malam adalah pelanggaran berat di pesantren. jangankan film, mendengarkan radio aja bisa dikenai hukuman menguras dan membersihkan bak mandi yang luasnya sekitar empat meter persegi dengan kedalaman satu meter.

di sekolah, parto pernah ikut pramuka. oleh kakak-kakak pembinanya, Parto diramalkan tidak akan sampai ke penegak tamtama karena dia anggota yang tidak patuh kepada pembinanya. pernah suatu saat dia telat latihan dan dimarahi oleh pembinanya.

"kamu itu tidak pantas menjadi pramuka...pulang kamu!!!" bentak Kobir, salah seorang pembina pramuka yang terkenal tegas.

jika anggota pramuka lainnya akan minta maaf dan akan tetap ikut latihan saat itu, tidak demikian dengan Parto. dia tidak mengucapkan maaf, cukup dengan satu kalimat yang pendek.

"..terima kasih!" kemudian Parto ngeloyor pulang tanpa sirat muka yang murung atau marah.

itulah Parto, seorang murid, santri dan anggota pramuka yang sangat semau gue dimanapun dia berada. karena hal tersebut kemudian nama Parto tidak dikenal oleh guru-gurunya.

Meskipun demikian, ketika di ujian akhir nasional, dia diminta oleh teman-temannya untuk membantu mereka agar semua lulus ujian. maklum, sekolah yang berada di tepian pantai timur Banyuwangi tersebut mempunyai murid yang 80 persen berasal dari keluarga miskin, tinggal di pedesaan dan gagal melanjutkan ke SMA negeri. meskipun ada beberapa yang pandai tetapi jumlahnya tidak banyak.

pada hari pengumuman hasil evaluasi tahap akhir (Ebtanas) tahun 1997, Parto mendapat nilai tertinggi untuk kelas IPS. dia tidak merayakan kelulusannya dengan corat coret baju. Tidak seperti tradisi yang ada di sekolah lain, SMU AL Hikmah dimana Parto belajar tidak akan mengijinkan murid untuk corat coret baju. jika ada yang melanggar aturan tersebut, ijasah mereka tidak akan diberikan. maklum, AL Hikmah adalah sekolah umum yang berada di bawah naungan Pesantren Minhajuth Thullab sebagai pesantren salaf terbesar kedua di Banyuwangi. sehingga aturan yang ada di sekolah hampir sama dengan yang ada di pesantren. misalnya, murid perempuan harus memakai jilbab dan murid laki-laki yang berasal dari pesantren harus mengenakan songkok.

di hari pengambilan ijasah, semua murid diharuskan bertemu secara empat mata dengan Pak Nurcholis Madjid, kepala sekolah yang sangat menggebu-gebu dalam mendorong siswa untuk kuliah. didalam pertemuan face to face tersebut, pak Madjid selalu menanyai siswa akan kemana setelah lulus. ada yang menjawab akan kerja ke bali, ke luar negeri, menikah, melanjutkan ke pesantren salaf atau tidak punya tujuan setelah lulus alias menganggur. sangat jarang sekali siswa yang mengatakan akan melanjutkan kuliah karena 'kuliah' dianggap mahal dan belum bisa menjamin dapat kerja.

para siswa juga saling berbagi atau sekedar ingin tahu. Parto saat itu bersama Qomar dan beberapa teman kelas yang lain. membicarakan berbagai kemungkinan yang akan terjadi setelah mereka lulus dari SMA.

To, aku pinjam pulpen mu. aku butuh tandatangan nih...pinta Qomar sambil mengambil pulpen Parto dari balik map warna merah.

oiya, silakan! jawab Parto sambil terus berbincang-bincang dengan teman-temannya.

tiba-tiba Parto dipanggil menghadap sang kepala sekolah.

Yunus Suparta...silakan masuk ke ruangan!! suara pak Hasan, petugas jaga dari loud speaker yang sudah dipasang didepan kantor sekolah.meskipun namanya Yunus Suparta, tapi teman-temannya memanggil Parto, nama jawa yang sangat mudah diingat. sejak saat itu kemudian Yunus Suparta terkenal dengan Parto.

Parto yang memang sudah siap langsung mengambil berkas-berkas yang telah dimasukan
dalam map bergegas menuju ruang kepala sekolah.

assalamualaikum.....Parto mengucapkan salam sembari mengetuk pintu.
waalaikum salam, monggo mas masuk!! Siapa namanya? tanya Pak Kholis sambil memandang wajar Parto.

Yunus Suparta pak...jawab Parto singkat.

"Mas Yunus Suparta mau kemana setelah lulus....?" Pak Kholis menyambung pertanyaan lagi.

Saya mau ke Banten pak, ingin belajar di pesantren salaf sambil belajar ilmu silat..jawab Parto polos.
memang Banten pada saat itu terkenal dengan ilmu debusnya, ilmu kebal yang menjadi idam-idaman Parto. meskipun Banyuwangi juga terkenal dengan ilmu kebatinan dan kanoragan, tapi nama Banten masih tersohor di belahan timur pulau jawa tersebut. oleh sebab itu banyak santri yang ingin ilmu kesaktian dan ilmu salaf nyantri di Banten.

"Ya udah, ga apa-apa. yang penting belajar.....!" Pak Kholis tidak semangat lagi untuk bertanya karena Parto bukanlah murid yang dia inginkan. mungkin Pak Kholis menganggap percuma saja menasihati Parto yang sepertinya sudah bertekad bulat ingin menjadi pendekar.

Silakan ditandatangani berkas pengambilan ijasahnya....Pak Kholis berkata sambil menyodorkan lembaran berisi nama-nama siswa yang lulus.

Waduh pak. saya tidak membawa pulpen, dipinjam sama teman saya...boleh pinjam pulpennya pak?? pinta Parto sambil agak gemetaran. dia tidak ingat bahwa pulpennya dipinjam Qomar.

Kamu tidak pantas lulus, seharusnya siswa selalu membawa pulpen dan kertas. Kamu benar-benar tidak siap bersaing.....Mau jadi apa kamu kalau begini? Pak Kholis marah-marah sambil menunjuk-nunjukan jari telunjuknya kearah Parto. kemudian beberapa kata lain kelaur dari mulutnya...rupanya keteledoran Parto dengan tidak membawa pulpen dan meminjam pulpennya telah membuat marah Pak Kholis yang terkenal disiplin.

setelah puas memarahi, Pak Kholis meminjami Parto pulpen. Parto hanya bisa diam dan mengambil pulpen yang disodorkan oleh Pak Kholis. kemudian dia menandatangi form tersebut.

Terima kasih pak...kata Parto sambil mengulurkan tangannya dan beranjak berdiri dari tempat duduk. dadanya Parto seperti mau meledak. Parto yang terkenal 'ndablek' tersebut tidak takut dengan marahnya pak Kholis. sambil meninggalkan ruangan kepala sekolah, dia menggerutu sendirian. didalam hatinya terpendam dendam yang sangat besar kepada Pak Kholis. karena dia menganggap dirinya tidak bersalah. pulpennya memang dipinjam oleh Qomar.
meskipun dia dendam, tetapi tidak ada keinginan untuk melakukan kekerasan fisik ke pak Kholis. dia cuma mengatakan didalam hati kecilnya....

'Aku tidak akan pernah menginjakan kakiku dirumahmu sebelum aku berhasil'

bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar