Minggu, 19 September 2010

MORALITAS UNIVERSAL DAN JUS COGENS

Beberapa pakar hukum internasional berpendapat bahwa Deklarasi Universal tentang HAM juga mengandung norma-norma yang menjadi jus cogens. Sebuah norma bisa menjadi norma ‘jus cogen’ jika norma tersebut disepakati dan diakui oleh dunia internasional baik melalui hukum kebiasaan internasional maupun diadopsi kedalam hukum nasional suatu negara. Oleh karena itu norma-norma yang termasuk didalam jus cogens harus diterapkan oleh semua negara dan tidak bisa dikurangi atau dibatalkan. Norma-norma didalam instrumen internasional yang masuk dalam kategori jus cogens bersifat mutlak dan absolut. Konsensus internasional saat ini menyetujui bahwa kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, perompak dan perbudakan adalah norma-norma yang masuk dalam kategori jus cogens.
Menurut Konvensi Vienna, jus cogens merupakan inti sari dari hukum internasional karena diterima dan diakui oleh dunia internasional sebagai norma-norma yang tidak bisa dikurangi atau dibatalkan dengan alasan apapun juga meskipun negara dalam situasi perang. Hanya norma-norma yang sesuai dan mempunyai karakter yang sama dengan ketentuan yang diatur didalam jus cogens yang bisa mengubah norma tersebut. Misalnya, kejahatan perang dilarang karena bisa mengancam hak seseorang untuk hidup.
Jus cogens bersifat mengikat secara hukum semua negara tanpa ada pengurangan sedikit pun dari norma-norma yang diatur didalamnya. Semua negara wajib melaksanakan dan menghormati jus cogens. Sebuah negara tidak perlu meratifikasi/mengesahkan sebuah instrumen yang berisi norma-norma jus cogens untuk mematuhi ketentuan hukumnya karena secara otomatis norma-norma jus cogens mengikat secara hukum semua negara. Hal ini dikarenakan jus cogens terbentuk karena adanya konsensus internasional dari negara-negara yang menganggap bahwa norma yang menjadi jus cogens tersebut bersifat sangat penting, mutlak, dan absolut didalam kerangka hak asasi manusia.
Adanya Konsensus internasional dari negara-negara tentang jus cogens karena norma tersebut merefleksikan pengaruh dari pemikiran hukum alam seperti dilarangnya penggunaan kekerasan, genosida, pembajakan di laut dan perbudakan. Ada dua jenis teori hukum alam yang mengatur dua hal yang berbeda. Pertama, hukum alam tentang moralitas yang berisi konsep tentang ‘benar dan salah.’ Kedua, hukum alam tentang hukum positif yang mengatur tentang ‘sah dan tidak sah. Masing-masing teori tersebut terpisah dan didalam konteks hukum, kita harus berpegang pada satu teori saja. Hal ini dikarenakan tidak semua produk hukum secara bersamaan mengatur moralitas dan hukum positif. Seperti misalnya Deklarasi HAM yang lebih sering berbicara tentang moralitas daripada hukum positif. Deklarasi tidak menyebutkan jenis ancaman apa yang akan dikenakan oleh pihak-pihak yang melanggar hak-hak yang diatur didalam. Tetapi lebih berbicara pada pentingnya menghormati hak tersebut sebagai bagian dari moralitas manusia.
Hampir semua negara didunia menyepakati bahwa tindakan-tindakan yang mengarah pada terjadinya kekerasan yang tidak manusiawi seperti genosida, perbudakan, kejahatan perang dan penyiksaan harus dihilangkan didalam peradaban modern. Salah satu caranya adalah dunia internasional menyepakati bahwa harus ada sebuah aturan hukum (hukum internasional) yang melarang semua praktik-praktik kekerasan diatas. Oleh karena itu, semua bentuk peraturan perundang-undangan baik dalam skala internasional atau domestik yang bertentangan dengan prinsip jus cogens tersebut tidak sah secara hukum.
Beberapa pakar lain juga menyebutkan bahwa ada beberapa norma yang bisa dikategorikan sebagai norma jus cogens. Beberapa dari norma tersebut diatur didalam Deklarasi HAM. Misalnya, (a) persamaan hak yang diatur didalam pasal 2, (b) hak untuk hidup, bebas dan mendapatkan keamanan yang diatur didalam pasal 3, (c) bebas dari semua jenis perbudakan yang diatur didalam pasal 4, (d) bebas dari siksaan dan tindakan yang keji yang diatur didalam pasal 5, (e) hak untuk mendapatkan proses peradilan yang adil yang diatur didalam pasal 10, dan (f) hak untuk dinyatakan tidak bersalah sampai terbukti dipengadilan yang diatur didalam pasal 11.
Meskipun demikian, masih terjadi perdebatan dari para pakar hukum internasional apakah jenis-jenis hak diatas termasuk kedalam jus cogens. Hal ini dikarenakan tidak ada standar khusus bagaimana sebuah norma bisa menjadi jus cogens. Selama ini yang menjadi acuan apakah sebuah norma bisa menjadi jus cogens adalah konsensus internasional dari negara-negara. Sayangnya, penentuan jus cogens dari konsensus negara ini sangat rentan dipengaruhi oleh kepentingan politik negara-negara. Misalnya, kenapa pembajakan di laut termasuk didalam jus cogens tetapi pelanggaran terhadap kebebasan tidak termasuk didalam norma tersebut? Mana yang lebih penting antara melindungi mobil-mobil didalam tanker yang dibajak di Somalia dengan melindungi pengungsi Rohingya yang dilempar ke laut oleh polisi Thailand? Tidakkah pembedaan terhadap kedua pelanggaran tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya norma jus cogens juga tidak lepas dari kepentingan negara-negara?
Menurut Tanaka, hakim pada Mahkamah Internasional dalam dissenting opinion nya di kasus South West Africa case (Ethiopia v. South Africa; Liberia v. South Africa, berpendapat bahwa semua ketentuan hukum yang mengatur tentang hak asasi manusia sebenarnya mempunyai unsur jus cogens karena hukum-hukum tersebut berisi aturan yang tegas, didalam upaya untuk melindungi hak dasar dan kebebasan semua manusia. Artinya, hak asasi manusia internasional bisa dilaksanakan di berbagai negara jika semuanya mengandung unsur jus cogens yang mengharuskan negara mematuhinya.
Beberapa ketentuan yang tegas dari pasal-pasal Deklarasi HAM misalnya ‘mewajibkan negara untuk menegakan dan menjamin hak asasi manusia’ tanpa ada intervensi apapun yang bisa mengganggu tercapainya hak tersebut bisa dijadikan dasar penerapan jus cogens. Hal ini dikarenakan hak-hak dan kebebasan yang diatur didalam Deklarasi HAM sebagaimana yang termaktub didalam pembukaan Deklarasi tersebut bersifat alami, selalu melekat pada manusia selama dia masih hidup. Hak itu ada karena ada manusia sebagai makhluk yang berhak menyandang hak tersebut tanpa ada batasan sedikitpun selama penggunaan hak tersebut tidak mengganggu hak orang lain.
Didalam hirearkhi hukum internasional, norma-norma jus cogens menempati posisi paling atas dari semua hukum internasional yang ada. Artinya, semua jenis instrumen internasional yang mengatur norma-norma jus cogens juga menjadi sumber hukum tertinggi didalam hirearki hukum internasional. Misalnya, hak seseorang untuk terbebas dari semua jenis penyiksaan yang diatur didalam pasal 5 Deklarasi merupakan salah satu bentuk norma jus cogens yang harus ditaati oleh semua negara.

1 komentar:

  1. Assalamu alaikum Wr Wb Saya hanya sekedar berbagi dengan sobatku yang ada di perantauan karena saya bisa merasakan seperti apa jadi TKI. dan apa yang saya sampaikan disini tidak ada unsur rekayasa bahkn saya berani sumpah saya tidak selamat tuju turunan dunia akhirat kalau saya tidak menikmati hasil dari ki Ageng. Jadi apa yang saya sampaikan disini tidak lebih dari rasa solidaritas sesama TKI. Awalnya sih saya juga tidak yakin tapi karena terdesak soal keuangan (ekonomi) akhirnya saya coba konsultasi di No beliau +62812-4576-7849 dan syukur Alhamdulillah dalam waktu singkat (3 hari) saya bisa mendapatkan uang senilai 300 juta. Untuk anda yang dalam masalah ekonomi tidak ada salahnya sekedar konsultasi dengan Ki.AGENG siapa tau bernasib mujur. Beliau bisa membantu melalui Angka Togel dan penarikan Dana Gaib

    BalasHapus