Senin, 30 Agustus 2010

ASEAN MERETAS MASA DEPAN ASIA TENGGARA

Para menteri luar negeri se Asia Tenggara telah menorehkan sejarah baru. Mereka telah sepakat untuk membuat piagam HAM ASEAN yang bisa menjadi payung hukum penegakan HAM di kawasan yang sangat heterogen ini. Para menlu juga sepakat membentuk badan dan komisi HAM untuk memaksimalkan implementasi dari piagam tersebut (Kompas, 22/07/09).

Kesepatakan ini merupakan wujud dari komitmen negara anggota ASEAN yang tertuang didalam KTT ASEAN ke 14 di Bangkok awal tahun lalu. Salah satu isi dari KTT itu adalah keinginan ASEAN untuk membuat Piagam HAM. Jika piagam dan rencana tersebut bisa dilaksanakan, maka ASEAN sangat patut disejajarkan dengan Uni Eropa dalam hal penegakan HAM. Sampai saat ini, Uni Eropa adalah organisasi kawasan yang paling sukses dalam menegakan hak asasi manusia di wilayahnya.

Piagam HAM ASEAN akan menjadi instrumen HAM yang berlaku di semua negara anggota. Artinya, piagam tersebut haruslah dibentuk atas dasar konsensus para menlu dengan mempertimbangkan prinsip HAM internasional. Tujuannya untuk menyatukan perspektif dan penegakan HAM di kawasan Asia Tenggara yang sangat heterogen.

Lalu, mungkinkah konsensus tersebut bisa terwujud di tengah heterogenitas negara-negara ASEAN?

Tak bisa dipungkiri bahwa rencana pembuatan piagam itu sering terbentur perbedaan perspektif dan penegakan HAM diantara negara anggota. Permasalahan ini muncul karena ada negara yang mempunyai catatan penegakan HAM yang masih sangat rendah dan ada juga negara yang sudah melindungi HAM secara komprehensif. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia bisa digolongkan sebagai negara yang mengakui dan melindungi HAM warga negaranya.

TANTANGAN PIAGAM HAM ASEAN
Ada beberapa masalah krusial yang harus diselesaikan oleh negara-negara ASEAN didalam merumuskan Piagam HAM ASEAN. Pertama, ASEAN mengakui konsep relativisme budaya di masing-masing negara anggota. Klausul ini dibuat untuk mengakomodir perbedaan hukum nasional di negara-negara. Misalnya, ada negara yang berpaham sekuler seperti Indonesia dan ada juga negara yang menerapkan Syariah Islam. Tentu perbedaan hukum tersebut sangat mungkin mengakibatkan perbedaan konsep HAM.

Kedua, Piagam HAM ASEAN akan melarang semua jenis intervensi terhadap kedaulatan negara-negara anggota. Ketentuan ini ingin menyesuaikan dengan Piagam PBB yang melarang semua jenis intervensi dari negara asing terhadap kedaulatan sebuah negara. Piagam ASEAN melarang semua jenis intervensi meskipun suatu negara anggota telah secara nyata melanggar HAM. Jika demikian, maka penegakan HAM di ASEAN akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kenetralan Komisi ASEAN.

Ketiga, ASEAN mempunyai negara anggota dengan kemampuan ekonomi yang sangat beragam. Ada Myanmar dan Timor Leste sebagai negara termiskin di Asia dan juga ada Singapura sebagai salah satu negara modern di Asia. Tentu perbedaan kemakmuran ini akan menyulitkan ASEAN dalam merumuskan hak sosial dan ekonomi.
Keempat, adanya perbedaan yang sangat mencolok di bidang penegakan HAM. Ada beberapa anggota ASEAN termasuk Indonesia yang sudah mulai tinggal landas didalam penegakan HAM. Negara-negara ini sudah mulai memperhatikan dengan serius isu-isu HAM. Sebaliknya, masuknya Myanmar sebagai negara dengan sistem pemerintahan yang masih otoriter bisa mengganggu perjalanan fase kedua ASEAN.

Lalu, mungkinkah ASEAN bisa mencapai satu konsensus untuk merumuskan Piagam HAM dengan permasalahan yang ada?

Salah satu alternatifnya adalah meniru konsep HAM di Piagam Afrika yang bersifat responsif terhadap kondisi sosial budaya masyarakat. Piagam HAM Afrika melahirkan konsep hak kolektif masyarakat di bidang ekonomi, yang mana piagam tersebut mengatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM mendasar.
Piagam ASEAN harus mampu menjawab persoalan utama HAM di kawasan Asia Tenggara. Misalnya, hak buruh migran, perempuan, kelompok minoritas atau hak fundamental lainnya. Jika tidak, ASEAN harus berani memberikan kewenangan yang lebih kepada Badan HAM ASEAN untuk mengintervensi negara yang melanggar piagam.

PENTINGNYA BADAN HAM ASEAN
Tentu sangat sulit menerapkan HAM internasional karena aturan hukumnya sangat umum. Selain itu, adanya conflict of laws antara prinsip HAM dan kedaulatan negara membuat penegakan HAM di negara-negara sulit diterapkan. Prinsip HAM menjamin hak dan kebebasan setiap individu sedangkan prinsip kedaulatan memberikan privilege kepada pemerintah untuk mengatur negara.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah lembaga regional yang bisa memanifestasikan HAM internasional melalui mekanisme konsensus regional di kawasan. Selain itu, konsensus regional HAM bisa memaksimalkan prinsip HAM internasional karena lebih bisa merepresentasikan kondisi sosial masyarakat setempat.

Kesepakatan ASEAN untuk mendirikan Badan HAM bisa dikatakan sebagai langkah awal untuk menegakan HAM di kawasan regional ini. Penegakan HAM merupakan manifestasi penting dari sistem demokrasi liberal yang dianut oleh beberapa negara anggota ASEAN. Adanya Badan HAM ASEAN sebagai ‘legal body monitoring system’ bisa mengawasi perilaku negara-negara yang selama ini semena-mena terhadap HAM.
Badan HAM ASEAN mutlak diperlukan untuk menyelesaikan persoalan HAM di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Badan HAM ASEAN bisa menjadi pioneer bagi badan regional HAM di Asia karena selama ini, benua terbesar ini justru tidak mempunyai lembaga regional HAM.

Badan HAM tersebut juga sangat penting didalam konteks hukum internasional. Pasalnya, keputusan hukum dari Badan tersebut bisa menjadi ‘jurisprudensi’ didalam hukum internasional seperti halnya Pengadilan HAM Eropa. Artinya, keputusan Badan HAM ASEAN yang merepresentasikan pendapat masyarakat Asia bisa memberikan perspektif baru didalam HAM internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar