Parto
sangat beruntung belajar di SOAS. Kampus ini terkesan tidak angker bagi
mahasiswa asing karena ragam kulit dari mahasiswa dan ilmuwannya sangat
beragam. Namun dia juga masih belum lupa akan kejadian kartu masuk surganya
yang sangat menakutkan.
SOAS
menawarkan keunikan tersendiri bagi mahasiswa internasional. Tidak hanya dari
kajian namun juga pembimbingnya. Banyak pembimbing yang bukan asli dari
Inggris, mereka adalah professor-profesor ternama dari berbagai negara yang
sengaja direkrut oleh SOAS. Ada yang dari India , Afrika, Timur Tengah , China ,
Jepang dan negara-negara Eropa lainnya. Oleh karena itu Parto tidak merasa
terintimidasi oleh bahasa.
Namun
Parto masih mengelus dada dan berfikir keras, “Kenapa dari sekian banyak professor
disini tidak ada yang dari Indonesia ..”
Oleh
karena itu Parto berhayal suatu hari nanti dia akan menjadi professor tamu yang
mengajar di SOAS. Jabatan professor sangat istimewa di SOAS. Tidak hanya karena
gajinya yang tinggi, namun juga haknya untuk meneliti yang sangat didukung oleh
kampus. Tak heran jika semua professor di SOAS punya karya ilmiah yang sangat
banyak.
Salah
satunya dalah Profesor Mashood Baderin, seorang ahli hukum Islam yang
kepakarannya tidak hanya diakui di dunia Islam melainkan juga di dunia
internasional. Parto sangat beruntung karena Profesor Baderin menjadi
supervisornya. Dia juga mendapat supervisor kedua, yakni seorang profesor yang sangat
ahli di bidang perbandingan hukum, yakni Profesor Menski. Dia orang Inggris
asli. Namun logat bahasanya sudah tidak menunjukan logat Inggris yang susah
dipahami melainkan sudah seperti orang non Inggris. Bahasanya begitu mudah
dipahami karena logatnya justru lebih mirip logat orang Perancis. Justru
perubahan logat tersebut menunjukan kalau Profesor Menski benar-benar telah
mendunia karena dia telah melanglang buana ke berbagai negara khususnya Asia
Selatan.
Profesor Menski adalah seorang yang
begitu hangat bagi Parto. Bahkan ketika pertama kali bertemu dengan Parto di
ruang kerjanya, Profesor Menski rela memberikan buku karangannya tentang
Perbandingan Hukum Internasional kepada Parto secara gratis. Padahal buku
tersebut sangat tebal dan tentu sangat mahal untuk ukuran dompet Parto. Dengan
beasiswa yang pas-pasan tentu mendapatkan buku di Inggris merupakan anugerah
yang luar biasa.
Buku yang
beredar di Inggris semuanya asli. Harganya pun juga sangat mahal. Rata-rata
buku teks untuk bidang hukum harganya bisa mencapai 500ribu. Kalau buku
tersebut laris bahkan bisa mencapai 1 juta rupiah.
Oleh karena
itu, sambutan Profesor Menski yang memberikan bukunya menjadi kenangan
tersendiri bagi Parto. Apalagi Profesor Menski bilang bahwa buku itu adalah
hadiah bagi Parto yang sudah rela datang jauh-jauh dari Indonesia .
Tidak hanya itu, dengan logatnya
yang khas seperti orang non British, Profesor Menski mempersilahkan Parto untuk
datang ke kantornya kapanpun juga. Dia juga akan meminta koleganya yang
sekantor dengannya untuk menerima Parto.
"Semua orang disini tidak
menghendaki kamu disini To. Tapi kamu istimewa dan kamu telah membayar iuran
kampus, maka kamu boleh kesini kapan saja. Kamu boleh membaca semua referensi
yang ada disini".
Profesor Menski begitu bersemangat
mengatakan hal tersebut kepada Parto yang masih malu-malu untuk menjawab. Parto
cuma mesam-mesem dan melihat sekeliling ruangan kantor seukuran 4x4m yang
dinding-dindingnya dipenuhi dengan buku yang tertata rapi.
“Terima kasih Profesor. Ini merupakan utang saya kepada
Profesor Menski karena saya harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan karya
terbaik.” Jawab Parto sambil mengangguk-anggukan kepala tanda hormat.
“Ya, saya sangat berharap kamu bisa menerbitkan disertasimu
temanya sangat menarik.” Jawab Profesor Menski diplomatis.
“Hemm… Lalu apakah saya boleh bertemu dengan Profesor
Baderin? Tanya Parto ragu-ragu. Dia khawatir pertanyaan ini akan menyinggung
perasaannya.
“Ya..ya, kamu memang harus bertemu dengan Profesor Baderin
karena dialah pembimbingmu yang pertama. Saya Cuma pembimbing kedua. Saya tidak
berhak untuk menentukan langkah selanjutnya.”
Parto tidak langsung merespon jawaban Profesor Menski begitu
bersahaja. Jauh dari kesan menyeramkan yang selama ini dia dengar tentang professor-profesor
di Indonesia. Boro-boro ngasih buku, ditelpun baik-baik aja kadang professor Indonesia
bisa mengeluarkan tanduknya. Bahkan kalau memberikan saran juga seenaknya saja.
“Terima kasih Profesor. Saya besok akan menghubungi Profesor
Baderin untuk minta bertemu. Semoga beliau tidak sibuk.” Jawab Parto.
Perbincangan Parto dengan Profesor Menski membuat dia tergagap
oleh dua realita yang saling berseberangan. Di Indonesia, mahasiswa biasanya
akan tunduk kepada professor karena dialah pemilik menara gading. Tak sembarang
orang yang boleh naik keatasnya tanpa seijinnya. Apalagi kalau naik tanpa
permisi, bah!! Bisa dikatakan tak bermoral, tak punya sopan santun dan sumpah
serapah lainnya. Bahkan ada professor yang menyalahkan tata cara berbusana mahasiswa
yang dianggap kurang sopan.
Tapi disini, dialah yang seakan-akan berada di menara gading
itu. Dia merasa menjadi manusia dan mahasiswa seutuhnya karena dilayani dengan
sepenuh hati. Disinilah nurani santrinya keluar lagi…..lalu kenapa dulu waktu
masih belajar di sekolah guru seakan-akan tidak pernah salah dan tidak mau
disalahkan. Guru juga harus dilayani dengan baik. Bukankah mereka itu semuanya
adalah orang Islam yang seharusnya mengerti tentang sopan santun yang diajarkan
dalam Islam?
Dalam perjalanan pulang dari pertemuan tersebut, Parto
berfikir keras dan ingin mengetahui apa agama yang dianut oleh Profesor
Menski!!!
London
Tidak ada komentar:
Posting Komentar