Sabtu, 21 Januari 2012

PROFESOR...AGAMAMU APA?


Parto sangat beruntung belajar di SOAS. Kampus ini terkesan tidak angker bagi mahasiswa asing karena ragam kulit dari mahasiswa dan ilmuwannya sangat beragam. Namun dia juga masih belum lupa akan kejadian kartu masuk surganya yang sangat menakutkan.

SOAS menawarkan keunikan tersendiri bagi mahasiswa internasional. Tidak hanya dari kajian namun juga pembimbingnya. Banyak pembimbing yang bukan asli dari Inggris, mereka adalah professor-profesor ternama dari berbagai negara yang sengaja direkrut oleh SOAS. Ada yang dari India, Afrika, Timur Tengah, China, Jepang dan negara-negara Eropa lainnya. Oleh karena itu Parto tidak merasa terintimidasi oleh bahasa.

Namun Parto masih mengelus dada dan berfikir keras, “Kenapa dari sekian banyak professor disini tidak ada yang dari Indonesia..”

Oleh karena itu Parto berhayal suatu hari nanti dia akan menjadi professor tamu yang mengajar di SOAS. Jabatan professor sangat istimewa di SOAS. Tidak hanya karena gajinya yang tinggi, namun juga haknya untuk meneliti yang sangat didukung oleh kampus. Tak heran jika semua professor di SOAS punya karya ilmiah yang sangat banyak.

Salah satunya dalah Profesor Mashood Baderin, seorang ahli hukum Islam yang kepakarannya tidak hanya diakui di dunia Islam melainkan juga di dunia internasional. Parto sangat beruntung karena Profesor Baderin menjadi supervisornya. Dia juga mendapat supervisor kedua, yakni seorang profesor yang sangat ahli di bidang perbandingan hukum, yakni Profesor Menski. Dia orang Inggris asli. Namun logat bahasanya sudah tidak menunjukan logat Inggris yang susah dipahami melainkan sudah seperti orang non Inggris. Bahasanya begitu mudah dipahami karena logatnya justru lebih mirip logat orang Perancis. Justru perubahan logat tersebut menunjukan kalau Profesor Menski benar-benar telah mendunia karena dia telah melanglang buana ke berbagai negara khususnya Asia Selatan.

Profesor Menski adalah seorang yang begitu hangat bagi Parto. Bahkan ketika pertama kali bertemu dengan Parto di ruang kerjanya, Profesor Menski rela memberikan buku karangannya tentang Perbandingan Hukum Internasional kepada Parto secara gratis. Padahal buku tersebut sangat tebal dan tentu sangat mahal untuk ukuran dompet Parto. Dengan beasiswa yang pas-pasan tentu mendapatkan buku di Inggris merupakan anugerah yang luar biasa.

Buku yang beredar di Inggris semuanya asli. Harganya pun juga sangat mahal. Rata-rata buku teks untuk bidang hukum harganya bisa mencapai 500ribu. Kalau buku tersebut laris bahkan bisa mencapai 1 juta rupiah.

Oleh karena itu, sambutan Profesor Menski yang memberikan bukunya menjadi kenangan tersendiri bagi Parto. Apalagi Profesor Menski bilang bahwa buku itu adalah hadiah bagi Parto yang sudah rela datang jauh-jauh dari Indonesia.

Tidak hanya itu, dengan logatnya yang khas seperti orang non British, Profesor Menski mempersilahkan Parto untuk datang ke kantornya kapanpun juga. Dia juga akan meminta koleganya yang sekantor dengannya untuk menerima Parto. 

"Semua orang disini tidak menghendaki kamu disini To. Tapi kamu istimewa dan kamu telah membayar iuran kampus, maka kamu boleh kesini kapan saja. Kamu boleh membaca semua referensi yang ada disini".

Profesor Menski begitu bersemangat mengatakan hal tersebut kepada Parto yang masih malu-malu untuk menjawab. Parto cuma mesam-mesem dan melihat sekeliling ruangan kantor seukuran 4x4m yang dinding-dindingnya dipenuhi dengan buku yang tertata rapi.

“Terima kasih Profesor. Ini merupakan utang saya kepada Profesor Menski karena saya harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan karya terbaik.” Jawab Parto sambil mengangguk-anggukan kepala tanda hormat.

“Ya, saya sangat berharap kamu bisa menerbitkan disertasimu temanya sangat menarik.” Jawab Profesor Menski diplomatis.

“Hemm… Lalu apakah saya boleh bertemu dengan Profesor Baderin? Tanya Parto ragu-ragu. Dia khawatir pertanyaan ini akan menyinggung perasaannya.

“Ya..ya, kamu memang harus bertemu dengan Profesor Baderin karena dialah pembimbingmu yang pertama. Saya Cuma pembimbing kedua. Saya tidak berhak untuk menentukan langkah selanjutnya.”

Parto tidak langsung merespon jawaban Profesor Menski begitu bersahaja. Jauh dari kesan menyeramkan yang selama ini dia dengar tentang professor-profesor di Indonesia. Boro-boro ngasih buku, ditelpun baik-baik aja kadang professor Indonesia bisa mengeluarkan tanduknya. Bahkan kalau memberikan saran juga seenaknya saja.

“Terima kasih Profesor. Saya besok akan menghubungi Profesor Baderin untuk minta bertemu. Semoga beliau tidak sibuk.” Jawab Parto.

Perbincangan Parto dengan Profesor Menski membuat dia tergagap oleh dua realita yang saling berseberangan. Di Indonesia, mahasiswa biasanya akan tunduk kepada professor karena dialah pemilik menara gading. Tak sembarang orang yang boleh naik keatasnya tanpa seijinnya. Apalagi kalau naik tanpa permisi, bah!! Bisa dikatakan tak bermoral, tak punya sopan santun dan sumpah serapah lainnya. Bahkan ada professor yang menyalahkan tata cara berbusana mahasiswa yang dianggap kurang sopan.

Tapi disini, dialah yang seakan-akan berada di menara gading itu. Dia merasa menjadi manusia dan mahasiswa seutuhnya karena dilayani dengan sepenuh hati. Disinilah nurani santrinya keluar lagi…..lalu kenapa dulu waktu masih belajar di sekolah guru seakan-akan tidak pernah salah dan tidak mau disalahkan. Guru juga harus dilayani dengan baik. Bukankah mereka itu semuanya adalah orang Islam yang seharusnya mengerti tentang sopan santun yang diajarkan dalam Islam?

Dalam perjalanan pulang dari pertemuan tersebut, Parto berfikir keras dan ingin mengetahui apa agama yang dianut oleh Profesor Menski!!!

London

Tidak ada komentar:

Posting Komentar