Minggu, 13 Februari 2011

Negosiasi dan Mediasi

PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI
Al Khanif, S.H., M.A., LL.M


Ketentuan mengenai cara-cara penyelesaian secara damai diatur didalam Piagam PBB Pasal 2 ayat (3) yang menyatakan bahwa ‘setiap negara anggota harus menyelesaikan sengketa internasional dengan cara-cara damai sehingga perdamaian dan keamanan internasional tidak terganggu.’ Ketentuan ini ditegaskan lagi oleh Deklarasi 1970 tentang Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Baik antar Negara dengan menyatakan ‘setiap negara sebisa mungkin menyelesaikan sengketa internasional dengan melakukan negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, maupun mekanisme penyelesaian hukum diwilayah regional.’

Namun hukum internasional tidak mengatur metode khusus dalam menyelesaikan sengketa internasional secara damai. Oleh karena itu setiap negara bebas untuk menentukan jenis mekanisme penyelesaian sengketa yang diinginkan. Meskipun demikian ada beberapa ketentuan mengenai metode ini didalam konvensi regional negara-negara seperti Perjanjian Amerika tentang Penyelesaian Damai (Pakta Bogota), Organisasi-Organisasi Negara Amerika tahun 1948, dan Konvensi Eropa tentang Penyelesaian Sengketa Damai,

NEGOSIASI
Mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan negosiasi melibatkan personel diplomatik negara-negara yang terlibat. Hal ini disebabkan mekanisme negosiasi pada dasarnya adalah untuk menyamakan pendapat mengenai konflik yang ada. Mekanisme negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga seperti organisasi-organisasi regional maupun internasional semacam ASEAN atau PBB. Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling memuaskan kedua belah pihak karena mereka selalu terlibat dalam negosiasi tanpa ada intervensi dari pihak diluar sengketa.

Satu hal yang bisa membahayakan mekanisme ini adalah kondisi sosio-politik di negara yang terlibat. Hal ini disebabkan karena sengketa selalu memunculkan anti trust di internal negara terhadap negara lain yang terlibat dalam sengketa tersebut. (Kasus Usman dan Harun)

Jika ternyata sengketa terus berlangsung dan bisa mengancam keamanan dan perdamaian internasional, maka pihak-pihak yang terlibat harus berusaha untuk menggunakan cara-cara penyelesaian lainnya yang melibatkan pihak ketiga seperti institusi regional maupun internasional.

MEDIASI DAN JASA-JASA BAIK
Mekanisme ini melibatkan pihak ketiga baik perseorangan, negara, sekelompok negara, atau organisasi internasional untuk menekan para pihak yang bersengketa maju ke meja perundingan. Namun penekanan yang dilakukan hanya untuk membujuk negara-negara yang terlibat sengketa untuk menyelesaikan sengketa berdasarkan kemauan dan kesepakatan mereka sendiri. Sedangkan mekanisme penyelesaiannya tidak diatur secara khusus.

Teknisnya, jasa-jasa baik menekankan pentingnya pihak ketiga untuk mempengaruhi pihak yang berlawanan untuk melakukan negosiasi sedangkan mediasi menerapkan partisipasi aktif didalam proses negosiasi yang melibatkan negara ketiga. Artinya, jasa-jasa baik digunakan oleh salah satu negara yang terlibat untuk mempengaruhi negara lain yang terlibat sengketa. Salah satu contoh penggunaan jasa-jasa baik adalah yang dilakukan oleh Uni Soviet dalam mendamaikan India dan Pakistan pada tahun 1965. Selain itu juga keterlibatan Sekretaris Negara Amerika dalam Konflik Timur Tengah 1973-1974 dengan cara menawarkan proposal perdamaian (road map).

Meskipun Jasa-Jasa Baik pada umumnya melibatkan negara, namun Sekjend PBB juga bisa terlibat dalam mekanisme tersebut. Contohnya keterlibatan Sekjend PBB di Afghanistan 1988 dimana berdasarkan Perjanjian Genewa, Sekjend PBB bisa menggunakan jasa-jasa baiknya kepada negara-negara yang terlibat. Selain itu juga ada Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 367 (1975) yang meminta Sekjend PBB untuk menyelesaikan Konflik Siprus. Keterlibatan Sekjend PBB dalam menyelesaikan sengketa internasional berdasarkan jasa-jasa baik juga bisa melibatkan perwakilan dari organisasi-organisasi regional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar