Suatu saat Parto sakit kuning atau Hepatitis A. Salam, bapaknya Parto berusaha untuk membawa Parto ke puskesmas terdekat namun Parto menolak karena dia tahu nanti sesampainya di puskesmas akan disuntik oleh perawat desa.
Untuk menyiasatinya, Salam meminta Romelah, kakaknya Parto untuk membujuknya.
Suatu hari ketika Parto bermain di sungai bersama teman-temannya, Romelah datang dengan maksud membawa kabar baik.
Parto kecil tidak saja pandai berenang tetapi juga dikenal oleh orang kampung sebagai anak sungai karena sehari-hari terus disungai. Ada saja yang dilakukan seperti mandi, bermain 'jumpritan' mencari ikan, dan mencuci baju. Bermain jumpritan adalah favoritnya Parto. Permainan ini biasanya diikuti oleh beberapa orang. caranya, yang kalah hum pim sut pertama kali harus memegang kepala teman-temannya. nah, teman-temannya ini harus menyelam dan sembunyi didalam air sesembari muncul di permukaan agar tidak kena kepalanya.
Parto, kamu mau diajak ke Pantai Grajakan sama bapak...cepet sana pulang...!! Romelah memanggil Parto yang sedang mandi di sungai bersama teman-temannya.
Ayo cepetan, nanti aku tinggal.......!!! sambung kakaknya dari pinggiran sungai.
Grajagan adalah satu-satunya pantai di daerah selatan Banyuwangi yang dikelola oleh pemerintah. Ia menjadi primadona masyarakat Watu Jati karena untuk mencapai ke daerah tersebut hanya dibutuhkan waktu sekitar satu jam naik sepeda pancal. Setiap minggu Grajakan selalu dipenuhi oleh pengunjung. Nah, bapaknya Parto sering mengajak Parto dan Romelah kesana.
Ahh....bohong, paling-paling aku mau disuntik!! kata Parto. Parto seperti mencium konspirasi tingkat tinggi antara Romelah dan Salam. Parto memang sangat takut sama suntik. Bahkan ketika ada imunisasi cacar di sekolah dia juga bolos pulang.
Nggak, tuh lihat bapak sudah mengeluarkan sepeda. Cepetan nanti keburu siang...!! Romelah berusaha meyakinkan Parto yang masih agak tidak percaya dengan ajakan ke Grajakan tersebut. Dia masih terus bermain dengan teman-temannya di dalam air sungai yang agak keruh.
Ya udah kalau gitu, aku berangkat sendiri dengan bapak....!! kata Romelah sambil ngeloyor pergi meninggalkan Parto bersama teman-temannya.
Tapi lama-lama Parto juga ingin tahu, masak iya sih bapak dan kakaknya akan ke Grajagan. Padahal itu kan tempat favoritku....bisik Parto dalam hati.
Akhirnya Parto pun bergegas menyusul kakaknya yang sudah hampir sampai rumah. Parto berlari-lari kecil sambil menyerempangkan bajunya di pundak.
Memang pada waktu kecil Parto tidak pernah memakai baju, cuma disarungkan atau diserempangkan dipundak. Makanya kulitnya hitam dan rambutnya merah karena selalu mandi di sungai tiap hari. Parto bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam mandi di sungai bersama teman-temannya.itu juga yang membuat Parto lupa makan dan memperhatikan kesehatannya yang akhirnya menyebabkan Parto terancam penyakit Liver.
Ketika Parto akan sampai di rumah, seketika itu ada dua orang yang menyergapnya. Mereka adalah pamannya Parto, Sofyan dan tetangganya Parto bernama Sutip yang dipesan khusus oleh bapaknya Parto untuk membantu menangkap Parto.
Parto meronta...tapi tidak berdaya karena dua orang kekar tersebut langsung menangkap tangan dan kakinya. Parto dibawa kedalam rumah seperti seorang tahanan perang. Dia tak begitu tak berdaya meronta dalam jerit tangis yang memilukan.
Sesampainya dirumah, Parto diletakan di meja besar yang sudah disiapkan untuk Parto. Dokter Mansur juga sudah didatangkan untuk menyuntik Parto. Tetapi permasalahannya Parto sangat benci dan takut sama jarum suntik. Makanya dia tidak pernah ke dokter kalau sakit. Dia biasanya cuma tidur dirumah saja.
Parto masih terbaring di atas meja seperti tawanan perang. Tangannya dipegang dengan sangat kuat oleh dua orang sewaan Salam. Parto melihat keduanya seperti algojo yang siap menghujamkan pedangnya ke leher Parto.
Parto terus menangis dan meronta sekuat tenaga. Tangisan nya semakin kuat seskipun dia tahu tidak akan mampu melawan kedua algojo tersebut.
Jancuuuuukkk, matamuuuuuu, asuuuuuuuu...........tiba-tiba Parto mengucapkan tri-sila bahasa tersebut untuk menumpahkan kejengkelannya kepada kedua algojo yang tak pernah bersuara sedikitpun selain memegangi dengan erat tangan dan kakinya Parto.
Parto mengucapkan kata-kata tersebut berkali-kali. Salam terkejut dan seketika menyumpal mulutnya Parto dengan baju agar Parto berhenti mengucapkan kata-kata kotor tersebut.
Namun Parto tak mau kalah begitu saja. Dia seakan tidak mau walk out (WO) dari pertarungan. Tiga kata itu terus diucapkan berkali-kali oleh Parto sambil terus meronta meskipun mulutnya sudah penuh dengan sumpalan baju. Dia tak peduli lagi dengan semua orang yang ada di situ.
Si dokter pun juga masih membisu menunggu titah dari Salam sebagai pemimpin konspirasi. Dia tak habis pikir kenapa bisa menemukan kata tri-sila tersebut di sebuah rumah reot di Watu Jati. Apalagi kata tersebut keluar dari mulut seorang anak kecil yang sedang meronta diatas meja.
Padahal tiga kata itu adalah kata paling seronok, jorok dan tidak pantas diucapkan dimuka umum. Jancuk adalah kata yang sering diucapkan oleh orang-orang Jawa Timur ketika mereka marah. Matamu kalau diucapkan dengan intonasi tertentu akan bermakna jelek karena mengandung unsur penghinaan terhadap seseorang yang diajak bicara. Sedangkan asu jelas merupakan konotasi dari anjing sebagai binatang yang menjijikan bagi umat Islam.
Selain meronta dan menangis, sesekali Parto juga berusaha meludahi dua orang algojo yang masih memegangi tangan dan kakinya. Beberapa kali Parto juga berusaha menjejakan kakinya. Tangannya juga terus diputar-putar dengan maksud agar genggaman dua orang tadi lepas.
Sutip Asuuuuu, Kowe Asu Tiiipppp...Raimu Yaaaaannn.....jancuuuuuuuuk!!!!! kata Parto berulang-ulang.
Ibunya Parto, Jamilah yang dari tadi cuma mendengarkan dari dapur juga akhirnya tak tahan untuk ikut mengurung pertahanan Parto dengan cara menampar mulutnya Parto. Jamilah juga berkata didekatnya Parto kalau tri-sila tersebut tidak boleh diucapkan.
Parto ternyata tidak diam atau takut tapi Jamilah juga ikut diludahi. Dia terus mengumpat. Bahkan kali ini kata-kata yang keluar semakin tidak karuan.....semakin saru dan tidak pantas didengar oleh orang lain karena sudah menyentuh bagian tubuh manusia.
Jelas kata-kata itu membuat orang tuanya Parto malu kepada semua orang yang ada disitu.
Dokter Mansur yang dari tadi sudah menunggu diruang tamu belum bisa berbuat banyak. Dia menunggu arahan dari Salam yang masih sibuk menyumpal mulutnya Parto. Rupanya dia juga tidak tega melihat Parto yang diperlakukan seperti tahanan perang.
Gimana pak, jadi disuntik? kata dokter.
Parto yang mendengar kata 'suntik' dari dokter tersebut kontan juga melihat ke dokter dan berusaha meludahi si dokter dan mengata-ngatai dokter tersebut. Mungkin yang ada di benak Parto pada waktu itu adalah dokter tersebut adalah orang yang paling bertanggung jawab atas semua ini. Dialah biang keroknya sehingga dia harus diperlakukan seperti tahanan perang.
Tanpa pikir panjang Parto mengatai dokter dengan kata-kata jorok.
Jancuk koen Sur, matamu, asu, raimu bangsaaaaatttttttttt@!!!!!!! kata Parto sambil meronta ingin menendang si dokter yang bernama Mansur. Dia adalah dokter kenalan bapaknya Parto dan sering bertugas ke kampung-kampung.
Ya udah pak di suntik sekarang aja..! kata bapaknya Parto sambil memberi kode kepada dua algojo Sofyan dan Sutip untuk membalikan badannya Parto biar bisa tengkurap. Untuk urusan ini jelas dua orang saja tidak cukup, dibutuhkan empat orang untuk membalikan badannya Parto. Jadinya paman, tetangga, bapak dan ibunya Parto bersama-sama membalikan badan Parto yang semakin lemas karena terlalu banyak keluar energi.
Setelah tengkurap, si Dokter mendekat sambil memegang jarum suntik yang sudah diisi obat ditangan kanannya. Parto tidak kalah akal, dia menengadahkan dan menengok ke kanan kiri untuk meludahi si dokter yang sudah membubuhkan obat bius di pantatnya. Disisa-sisa tenaganya yang sudah mulai habis, Parto masih berusaha meludahi sang dokter meskipun tidak kena sambil terus mengumpat.
jjuuussssssssssssss, akhirnya jarum suntik yang menjadi musuh bebuyutan Parto itu berhasil menembus daging pantatnya. Pada saat jarum suntik menembus pantatnya, Parto tidak saja seperti kalah bermain perang-perangan tetapi juga seperti kalah bermain kelereng sampai tidak punya sebutir kelereng pun disakunya. malu, marah, dan semua jenis amarah bercampur jadi satu. Tak rela rasanya dia harus kalah seperti ini. Sangat menyakitkan dan bahkan jauh lebih sakit rasanya daripada jarum suntik yang hanya beberapa detik menembus pantatnya.
Akhirnya dia hanya bisa menangis diatas meja seperti seorang gadis yang kerampokan keperawanan. Tak ada lagi gerak meronta dari tangan dan kakinya. Tubuhnya begitu lemas, meringkuk diatas meja. Yang ada adalah tangisan lirih.
Parto pun tak menyadari bahwa semua orang langsung keluar rumah seketika setelah dokter mencabut jarum suntik dari pantatnya Parto.
Dokter Mansur yang dari tadi sudah merasa malu karena terus dikata-katai dan diludahi Parto juga langsung cabut dari rumah. Bapak dan ibunya Parto tidak henti-hentinya minta maaf atas semua yang telah dilakukan oleh anak laki-laki satunya tersebut.
Drama penyanderaan selama sekitar 10 menit itu berakhir dengan kekalahan Parto yang lemas menangis diatas meja. Tetapi didalam hatinya dia sedikit bisa membusungkan dada karena bisa mengeluarkan semua ekspresinya kepada semua orang yang telah berlaku curang kepadanya.
Ga apa-apa aku kalah kali ini, menangis pun bukan berarti cengeng. Dokter itu yang penakut karena dia ga berani 'duel satu lawan satu' dengan ku....!!! kata Parto didalam hati.
jika aku bertemu dia, pasti aku akan mengajaknya duel........mungkin itu yang dipikirkan Parto saat itu.
Dan drama penyanderaan hari itu diakhiri dengan kekalahan Parto. Dia merasakan kekalahan itu begitu menyakitkan, lebih sakit daripada jarum suntik yang menancap di pantatnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar